Metode penggunaan contoh yang representative yang mewakili keseluruhan - Eichordt dan C Vriezen
Dalam setiap ilmu terdapat elemen subjektif. Sejarah tidak dapat membuat suatu pernyataan final mengenai kebenaran atau kepalsuan dari suatu hal.
Teologi Eichort bersifat historis dan deskriptif. Ia mempertahankan anggapannya bahwa Teologi perjanjian lama harus dituntun oleh prinsip seleksi dan prinsip kecocokan. Tujuannya adalah untuk memahami alam kepercayaan perjanjian lama dalam kesatuan strukturalnya serta menjelaskan makna yang paling dalam. Pendekatan yang dipakai yakni secara sistematis dengan contoh yang representative terhadap seluruh historis dan membentangkan secara terbuka struktur inti dari agama.
Eichord yakin bahwa tirai historisme harus dirobohkan. Ia juga menambahkan bahwa masuknya kerajaan Allah ke dalam dunia ini serta berdirinya disini itu merupakan penghubung yang mengaitkan secara tak terpisahkan kedua dalam PL dan PB. Tetapi bagi Eichordt disamping gerekan historis dari PL ke PB ada kehidupan sekarang yang bergerak dengan arah yang berlawanan yaitu dari PB ke PL.
Prinsip seleksi dalam teologi Eichordt merupakan suatu konsepsi perjanjian itu, dan sasaran yang memberikan representative terdapat dalam PL.
Ia juga memutuskan dalam teologinya bahwa susunan “Allah-manusia- keselamatan” yang tradisional merupakan teologi yang alkitabiah.
Cara Eichordt berpikir tentang PL. Ia menyatakan bahwa prinsip sejarah bekerja berdampingan dengan prinsip sistematika dalam peranan yang saling mengisi. Prinsip itu ditemukan dalam konsepsi perjanjian yang menyatukan dan mendominasi teologi PL.
Dari kombinasi demikianlah maka muncul tiga kategori utama dari Eichordt yaitu Allah dan umat, Allah dan dunia, Allah dan manusia. Kekuatan dari konsepnya ini adalah dengan menggunakan contoh yang representative memakai konsep “perjanjian” sebagai sarana untuk memperoleh “kesatuan”.
Tetapi metode yang dipakai oleh Eichordt ini memiliki banyak persolan. Dalam penjelasannya bahwa orang akan menemukan penjelasan-penjelasan tentang perkembangan historis, ia juga mengemukakan hubungan dua arah. Baginya tanpa ada hubungan dua ara ini mengakibatkan tidak menemukan definisi yang tepat tentang masalah teologi dalam Pl.
Lebih lanjut prinsip sistematika Eichordt yakni konsepsi perjanjian, ia berusaha merangkum pemikiran tentang PL. Disinilah letak masalah dari penggunaan metode representative. Apa sesunggunya konsepsi perjanjian itu?
Vriesen mengatakan bahwa objek dan metode teologi PL merupakan suatu ilmu teologi Kristen. Sebagai seorang sarjana asal Belanda ia mengikuti sebagian besar metode penggunaan contoh representative dan memadukan metode ini dengan minat untuk mengaku dengan jujur. Akan tetapi baginya dalam penggunaan contoh representatif menetapkan bahwa persekutuan sebagai pusat semua paparannya. Dalam pandangannya ini titik tolak terbalik bagi teologi Alkitabiah perjanjian lama harus dosusun dan dipertimbankan. Vriezen menekankan kesatuan dari keseluruh teologi perjanjian lama dengan bantuan konsepsi.
Tidak berhenti disitu Jawaban argumentasi juga muncul dari W.C Kaiser, Ia percaya bahwa sebuah tema kunci, atau pola pengaturan dalam PL merupakan satu-satunya pusat sejati atau “mitte“ dari sebuah teologi PL.
Ia juga menambahkan bahwa konsep perjanjian dalam PL sudah dikenal. Seperti konstelasi kata-kata seperti janji, sumpah, berkat, perhentian, keturunan dan rumus-rumusan seperti pernytaan tiga lapis “Aku akan hadir diteng-tengahmu, dan aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umatKu. Atau bisa juga dari rumusan keselamatan, Akulah Tuhan, Allamu yang membebaskan kamu dari perbudakan mesir.
Jadi bagi Kaiser ini tema “janji” dipahami sebagai payung yang luas dan lebar. Apa artinya Kaiser mengatakan bahwa dalam janji Allah, Alkitab menyajikan kunci pengaturannya sendiri. Dan bentuk pengaturan itu mengikuti aturan “longitudinal” dari berbagai era sejarah. Dari masing-masing sejarah diberikan satu pasal yang menyoroti pertumbuhan tema janji berkat. Dengan kata-kata seperti pemberian, umat, tempat, raja, kehidupan, hari, hamba, pembaharuan, kerajaan, dan kemenangan janji itu.
Perlu dipahami bahwa Kaiser adalah seorang sarjana pertama yang menjawab dan menjelaskan kesatuan dalam perjanjian lama lewat suatu tema-tema tertentu. Ia memakai tema “janji berkat” sebagai kunci untuk pegaturan sebuah teologi Perjanjian Lama. Namun pertanyaan penting muncul sudahkah tema janji berkat mempersatukan seluruh Pl dan PB?. Akhirnya Kaiser sendiri mengakui bahwa tema dasar ini mengandung sebua “prinsip selektivitas” dan tema ini mengetahui bahwa beberapa penggal tertentu dari informasi perjanjian lama yang menyinggung “praktik atau sejarah keagamaan” harus dipindahkan kebagian-bagian lain dari pokok teologi.
Poin pentingnya adalah membandingkan Vriezen dan Kaiser sangatlah sulit. Walaupun ada beberapa persamaan. Pendekatan Vriezen lebih luas dari pada pendekatan Kaiser. Dan mereka berdua pasti mneuju pada suatu prinsip selektifitas.
Pendekatan yang menggunakan contoh yang representative memiliki kelemahan ini sebagaimana nampaknya semua jenis pendekatan yang terpusat. Apakah Kesatuan dalam PL dan PB terdapat dalam diri Allah yang beraneka ragam menyatakan dirinya lewat Firman dan perbuatan? Pengetahuan akan Allah dengan benar menghasilkan pengetahuan tentang maksud ilahi dari Allah yang dituangkan dalam PL dan PB.
hallo kaka saya masih kurang mengerti tentang prinsip selektivitas dalam konsep perjanjian tersebut. terimakasih kaka
ReplyDelete