KOMUNIKASI DAN KONFLIK DALAM KELUARGA

konflik dalam keluarga


KOMUNIKASI DAN KONFLIK DALAM KELUARGA
Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering melakukan yang namanya komunikasi, kita sebagai manusia adalah makhluk sosial yang pandai berbicara, menulis dan menggunakan bahasa tubuh sehingga ketika ingin menyampaikan pendapat dan perasaan dan tindakan, kita memerlukan komunikasi.

DEFINISI KOMUNIKASI
Komunikasi adalah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang kepada yang lain baik langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan maupun bahasa nonverbal.  Orang yang melakukan komunikasi disebut komunikator sementara orang yang diajak komunikasi disebut komunikan, lalu orang yang berkomunikasi disebut komunikatif. Disadari atau tidak disadari sebagian besar hidup kita diisi oleh komunikasi. Sejak bangun dari tidur hingga kembali keperaduan kita melakukan komunikasi. Kita berkomunikasi dengan diri kita sendiri (personal communication), dengan orang lain (interpersonal communication), didalam satu kelompok (group communication), dalam suatu organisasi (organization communication), ditengah masyarakat luas (social communication), kita berkomunikasi dengan begitu banyak orang yang berbeda latarbelakang secara geografis, demografis dan psikografis.[1] Hal yang sama juga dikatakan oleh Josep A. Defito mengatakan dalam bukunya beberapa arti dari komunikasi:[2]
1.Komunikasi intrapibadi: komunikasi dengan diri sendiri, dimana ia berpikir melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. Hal itu memperkuat harga diri, meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan kemampuan memecahkan dan menganalisis masalah, meningkatkan pengendalian diri, mengurangi stress, dan mengatasi konflik antarpibadi.
2.Komunikasi antarpribadi: komunikasi antar dua orang. Dengan tujuan untuk mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain dan membantu. Hal ini meningkatkan efektivitas komunikasi satu lawan satu, mengembangkan dan memelihara hubungan yang efektif (persahabatan, percintaan, dan kekeluargaan) serta meningkatkan kemampuan penyelesaian konflik.
3.Komunikasi dalam kelompok kecil: komunikasi dalam sekelompok kecil orang. Dengan tujuan untuk berbagi informasi, mengembangkan gagasan, memecahkan masalah dan saling membantu. Komunikasi ini meningkatkan efektivitas sebagai anggota kelompok meningkatkan kemampuan kepemimpinan, memanfaatkan kelompok untuk mencapai tujuan spesifik (mis. Memecahkan masalah, membangkitkan gagasan)
4.Komunikasi dalam organisasi: Komunikasi ini meningkatkan produktivitas, membangkitkan semangat kerja, memberi informasi dan meyakinkan. Hal ini untuk meningkatkan efisien komunikasi ke atas, kebawah, dan lateral. Menggunakan komunikasi untuk semangat kerja dan produktivitas, mengurangi kejenuhan informasi, menyusun jaringan kerja untuk meningkatkan efisiensi.
5.Komunikasi public: komunikasi dari pembicara kepada khalayak. Dengan informasi dan menyakinkan.
6.Komunikasi antarbudaya: komunikasi antara orang dari budaya yang berbeda. Untuk mengenal sehingga dapat menghindari hambatan-hambatan utama dalam komunikasi antar budaya. Dan meningkatkan hubungan dalam komunikasi terhadap budaya itu sendiri.
7.Komunikasi kepada masa: Komunikasi yang diarahkan kepada khalayak yang sangat luas, yang disalurkan melalui sarana media audio atau visual. Dengan tujuan untuk mengibur, meyakinkan (mengukuhkan) dan menciptakan rasa persatuan. Keterampilan komunikasi ini untuk meningkatkan kemampuan untuk menggunakan media agar lebih efektif. Dan meningkatkan kemampuan kita untuk mengendalikan media.
Jadi, komunikasi adalah proses berbagi diri, dengan atau tanpa kata-kata agar pihak lain dapat memahami dan menerima maksud yang disampaikan. Hal ini juga berarti dalam suatu komunikasi seorang harus menyediakan mata dan telinga sehingga orang lain juga dapat berkomunikasi. Komunikasi barulah berhasil bila orang lain dapat menerima pesan yang disampaikan. Dan hal yang harus diketahui dalam suatu komunkasi bahwa pesan yang disampaiakan bisa menjadi efektif, positif dan membangun. Tetapi juga dapat tidak efektif, negative dan merusak. Karena sesuatu yang posisitif dari seseorang bisa ditanggapi negative oleh pihak lain jika komunikasi tidak efektif.  Supratiknya mengatakan beberpa Keterampilan dasar berkomunikasi:[3] Pertama, Kita harus memapu memahami. Kemampuan ini mencakup yaitu sikap, percaya, pembukaan diri, keinsafan diri, dan penerimaan diri. Agar dapat saling memahami Maka kita harus saling percaya. Sesudah percaya maka kita harus saling membuka diri yakni saling mengungkapkan tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi, termasuk kata-kata yang diungkapkan atau perbuatan yang dilakukan oleh lawan komunikasi kita. Kedua. Kita harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas. Kemampuan ini juga harus disertai dengan kemampuan menunjukan sikap hangat dan rasa senang serta kemampuan mendengarkan dengan cara yang akan menunjukan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita. Ketiga.Kita harus saling menerima dan saling memberi dukungan atau saling menolong.

Faktor yang mempengaruhi komunikasi

a.Pesan-pesan masa lalu
Kalimat “saya adalah saya”,atau saya telah terbentuk oleh pengalaman-pengalaman hidup dan masa lalu saya. Kalimat tersebut terdengar indah tetapi sebenarnya kita hampir tidak memiliki kebebasan terhadap apa yang kita dambakan. Kata-kata itu berasal dari percakapan batiniah kita. Sebab hubungan-hubungan yang tidak harmonis dan kejadian-kejadian masa lampau masih sangat membekas dan mempengaruhi komunikasi kita. Sehingga membuat kita menderita karena kepahitan masa lalu yang tidak terselesaikan. Hidup masih dipenuhi oleh luka-luka masa lalu. Dan sebagian orang mencoba menguburkan ingatan-ingatan itu dan berharap tidak pernah mengingatnya lagi. Wright menegaskan ingatan dimasa silam yang dikubur akan muncul kembali ketika kita menghadapi masalah dan hal itu menentukan cara kita menangani masalah tersebut dengan komunikasi.[4] Ingatan terhadap masalah-masalah dimasa kecil kitapun yang tak terselesaikan juga bisa membuat kita sulit untuk berkomunikasi.  Jika demikian muncul suatu pertanyaan bahwa dapatkah pengaruh ingatan kita diubah? Bagaimana pesan-pesan kecil itu dapat diganti? Haruskah kita menyalahkan situasi dan orangtua kita? Kita harus sadar bahwa orangtua juga manusia biasa yang juga dapat berbuat salah, kita mungkin sakit hati, marah, dendam atas segala hal yang dilakukan. Yang harus dilakukan adalah mengampuni, mengatasi dampak-dampak ingatan dan perlakuan orangtua dimasa lalu, dengan menjadi orangtua yang lebih baik bagi diri sendiri dan menjadi anak yang dewasa bagi keluarga kita.

Mengapa kita berkomunikasi
Pada dasarnya orang lebih sering bekomunikasi untuk hal-hal berikut: Ingin mengetahui (maka kita bertanya), Ingin orang mengetahui (maka kita bercerita), Ingin memprotes (maka kita berdebat), Ingin menegur (maka kita mengoreksi), Ingin mempengaruhi (maka kita membujuk) dan Ingin membenarkan diri (maka kita menjelaskan). Tetapi ada juga yang berkomunikasi untuk mendapatkan perhatian pasangannya. Terkadang komunikasi lebih dari sekedar menyampaiakn informasi dengan maksud untuk menarik orang agar lebi dekat dengan kita.  Tetapi pada hakekatnya semua itu dilandasi oleh suatu kebutuhan yang paling dasar yaitu kita ingin dikuatkan dan didukung oleh orang yang kita cintai, yang dapat memperteguhkan keyakinan dan perasaan tentang diri kita sendiri. Kita butuh masukan positif seperti “kamu hebat, patut dicintai, kamu baik, kamu pantas dibanggakan”.[5]
Bagaimana cara berkominikasi dengan efektif
a.Firman Allah adalah dasar yang paling efektif untuk belajar komunikasi. Karena didalamnya kita dapat menemukan petunjuk untuk menjalin komunikasi yang sehat. (Ef 2:15;Ams 15:4,23;25:11 28:13;Yak 3:2; 1 Pet 3;10).
b.Menjadi pendengar yang baik.
c.Memberikaan pernyaataan yang jelas, sopan dan Memiliki kepekaan

Komunikasi dalam pernikahan

Komunikasi dibagi menjadi dua bagian yaitu Pertama, Komunikasi yang diucapkan dengan kata-kata (Verbal). Kedua, Komunikasi non-verbal yakni bukan melalui kata-kata yang diucapkan tetapi komunikasi melalui bahasa tubuh. Cara komunikasi kedua ini dapat lebih efektif. Seseorang yang terus diam dapat saja berarti sedang menentang secara pasif. Pandangan mata, anggukan kepala, cibiran bibir, dan memalingkan kepalamemiliki konotasi yang lebih berbicara dari pada sarana komunikasi verbal. Demikian pula dengan intonasi tinggi rendah suara memiliki makna khusus dalam komunikasi. Oleh sebab itu kita perlu berhati-hati dengan sikap, prilaku, dan gerak-gerik kita. Menurut Lay komunikasi dengan tinggi rendah suara memiliki pengaruh 38%, sedangkan non-verbal atau bahasa tubuh memiliki pengaruh 55% dan bahasa verbal hanya 7%[6]. Artinya komunikasi nonverbal lebih besar pengaruhnya dari komunikasi verbal. Hal yang sama dikatakan Larry  bahawa bahasa tubuh itu sama halnya dengan bahasa lisan. Bahasa tubuh bagian alami dari percakapan dan komunikasi. Jika terjadi secara alami, bahasa tubuh akan menjadi bentuk komunikasi yang sangat efektif dan jika dibuat-buat akan tampak seperti aslinya yaitu palsu.[7]


KONFLIK DALAM KELUARGA

Apa itu Konflik
Menurut kamus Webster konflik adalah perselisihan, memanasnya emosi karena tidak terpenuhinya kebutuhan atau dorongan.[8] Arti tersebut menjadi tantangan bagi keluarga bagaimana mereka dapat mengatasi perselisihan, ketegangan yang muncul ketika kebutuhan dan dorongan dari yang satu berlawanan dengan kebutuhan pasangannya.
Dalam satu buku Edith Schaerffer memberikan definisi mengenai keluarga Kristen, ia menulis bahwa keluarga Kristen adalah lingkungan hidup yang stabil, dimana masing-masing anggotanya tumbuh. Disinilah lahir kreativitas, pusat terbentuknya hubungan yang baik antara sesam manusia, tempat bernaung padaa saat mengahadapi badai dan persoalan-persoalan yang berat timbul, tempat dimana kebenaran diajarkan dan diterapkan, serta tempat menyimpan banyak kenangan.[9] Penulis lain juga menggambarkan keluarga sebagai tempat pendidikan pada masa kecil, temapat untuk memupuk masa depan, mengajarkan apa yang menjadi dasar kepercayaanya, membimbing anak-anak untuk mengenal Tuhan, memberi contoh bagaimana memakai waktu luang, memberi perlingdungan pada masa-masa krisis dalam proses pertumbuhan mereka.[10] Namun jika dilihat dimasa sekarang keluarga tidak lagi sepenting dulu, kehidupan keluarga mulai merasakan adanya perubahan dan bentuk-bentuk keluarga, itu disebabkan oleh karena banyaknya persoalan dalam kehidupan keluarga. Itu sebabnya konseling sangat diperlukan dalam penyelesaiaan konflik dalam keluarga. Family konseling yang sering disebut “sistem-Approach” menggap bahwa keluarga adalah kumpulan orang yang saling membutuhkan dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Bila salah seorang anggota keluarga sakit, dipenjara atau meninggal misalnya, sistem keluarga menjadi berubah dan seluruh keluarga terpengaruh. Oleh sebab itu tidak cukup bila kita hanya memberi konseling kepada anggota keluarga yang mempunyai problem saja, seluruh keluarga diberikan konseling supaya dapat mengahadapi stress bersama-sama. Setiap anggota keluarga harus diberikan kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya mengenai problema yanga ada dari sudut pandangannya sendiri. Pada awalanya memang sulit, kaku dan tegang, namun kemudian bila konselor dapat menolong mereka terbuka bahkan memberi contoh koumikasi yang baik, pembicaraan akan lebih bebas.[11] Melihat masalah yang terjadi dalam keluarga, banyaknya  keluarga-keluarga Kristen yang jatuh oleh karena masalah, maka seorang hamba Tuhan dalam menghadapi masalah tersebut “diperlukan keterampilan dalam mengatasinya” sehingga dapat menolong-pasangan suami-istri yang mengahadapi masalah dalam kehidupan keluarga mereka.[12]

Apa penyebab konflik dalam keluarga

Konflik yang tidak sehat yang lazim banyak terjadi dalam gereja adalah konflik seputaran masalah pribadi, pendapat, filsafat, metode, gaya, tradisi, doktrin dan hal-hal yang tidak penting lainnya. Kebenaran sederhana adalah pada umumnya masalah-masalah ini kurang layak untuk dipertahankan.[13] Menurut Norman Wright mengatakan masalah utama dalam pernikahan, seperti yang diungkapkan ahli konseling keluarga bukanlah seks, uang dan anak-anak, melainakan hilangnya komunikasi antara suami istri.[14] Gary mengemukakan beberapa sebab keretakan dan problema dalam keluarga:[15] Pertama, Komunukasi yang keliru. Pemakaian kata-kata yang tidak tepat dan nada yang kasar seringkali mengaburkan berita yang ingin dikomunikasikan sehingga pasangan tidak bisa mengerti apa yang dikehendaki ataupun yang dimaksud dengan kata-katanya. Kedua, Ketidak-dewasaan. Tuntuntan yang tidak masuk akal tidak memperdulikan perasaan partner, saling menyalahkan, mudah tersinggung atas hal-hal yang sederhana, mengomel, keras kepala, dan kembali menggantungkan diri kepada orangtua merupakan tanda-tanda ketidak dewasaa. Ketiga, Kegagalan untuk memikirkan pernikahan sunguh-sungguh. Pernikahan menurut Firman Tuhan adalah hubungan seumur hidup dari suami-istri. Keempat Kebutuhan yang tidak sehat. Untuk mencapai kebahagiaan dalam pernikahan suami istri harus dapat saling mengisi kebutuhan masing-masing, baik itu kasih, rasa aman, harga diri, hal-hal seksual dan sebagainya. Seringkali pernikahan mengalami kesulitan oleh karena salah satu atau keduanya merasa bahwa kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi. Kelima Menolak Perbaikan. Konselor banyak menemukan kesulitan bila konseli sendiri menolak untuk ditolong. Apakah itu disebabkan karena keras kepala atau memang tidak mau berubah atau mereka menolak konseling karena mengahadapi realita problemanya sudah sangat menyakitkan. Derek menambahkan sebab konflik dalam keluarga juga disebabkan karena tidak adanya rasa aman dalam keluarga. Diperlakukan dengan tidak adil, merasa bersalah dan selalu dituduh. [16] Merasa kurang dihargai, cemburu berlebihan, kurangnnya keterbukaan masalah keuangan, tidak ada toleransi untuk bekerja sama.

Apa dampak konflik dalam keluarga

Konflik tidak selalu merupakan sesuatu yang jelek dan merusak. Suatu hubungan yang tidak penah mengalami konflik didalamnya mungkin merupakan hubungan dimana orang yang didalamnya tidak perduli satu dengan yang lainnya. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Dengan demikian didalam konflik kita menemukan ada dua dampak yang terjadi dalam kehidupan keluarga yaitu dampak positif dan dampak negative. Apa dampak positif dari konflik yang terjadi dalam keluarga? Dapat meningkatkan dan memperbaharui hubungan dan membentuk kepribadian yang dewasa.[17] Tentu konflik akan berdampak posisif bagi keluarga jika suami istri menang terhadap konflik tersebut. Sebaliknya akan berdampak negative jika konflik terjadi dan tidak ada penyelesaiaan. Lalu apa dampak negative pada konflik yang terjadi dalam keluarga:
a.Merusak hubungan keharmonisan kehidupan keluarga
b.Merusak kesatuan keluarga
c.Mengalami kekecewaan dan luka batin
d.Mempengaruhi pertumbuhan kesehatan mental anak. Dampak dari masalah keluarga terhadap anak bersikap jangka panjang , yang akan baru muncul ketika ia tumbuh menjadi remaja atau dewasa

Hambatan-hambatan dalam penyelesaian konflik dalam keluarga:[18]

a.Tidak adanya keterbukaan atau menutup diri rapat-rapat terhadap apa yang menjadi masalahnya
b.Masing-masing mencari jalan keluarnya sendiri dan tidak mau berkomunikasi, saling gengsi
c.Mereka tidak memahami aturan bermain dalam pertengkaran seperti: mengenali apa yang menjadi penyebab pertengkaran, perlihatkan masalahnya, mencega untuk tidak memberi tuduhan-tuduhan kepada pasangan, tidak mengungkit-ungkit masa lampau, mengingat bahwa suami-istri adalah dua pribadi dalam satu relasi yakni relasi cinta, menghindari untuk mau menang sendiri dan mengalahkan pasangan. Bergandengan tanganlah waktu bertengkar.
d.Imannya tidak kuat

Bagaimana mengatasi konflik dalam keluarga

Komunikasi adalah jembatan penting dalam keluarga. Tanpa kumunikasi yang sehat, keluarga berada diambang bahaya. Kita haru ingat bahwa ketika komunikasi terhenti ketidaknormalan terjadi.[19] Seorang yang ingin berkomunikasih terlebih dahulu ia harus mengerti arti dari kumunikasi, bagaimana berkomunikasi. Dan kualifikasi yang dibutuhkan dalam komunikasi adalah kemapuan mendengarkan anggota keluarganya. Larossa mengatakan Jika dengan berkomunikasi adalah solusi dalam mengatasi konflik dalam keluarga maka, komunikasi itu harus disampaikan dengan penuh kejujuran. Tidak ada ketertutupan didalamnya, selain itu juga adanya kesediaan untuk mendengar dan memberikan perhatian serius pada apa yang terjadi.[20]
Komunikasi penting bagi keluarga. Mossholder mengatakan dalam bukunya yang ditujukan kepada para suami melalui pertanyaa Apakah anda ingin agar istri anda lebih mengasihi anda hai Suami? Belajarlah untuk mendengarkan perincian yang dia ceritakan. Izinkanlah dia mempertunjukan hidupnya dengan penuh warna bukan hanya hitam dan putih. Belajarlah untuk mengahargai semua vitalitas yang dia berikan kepada pengalaman-pengalaman biasa. Demikian juga kepada para istri apakah anda ingin agar suami anda mengasihi anda hai istri? Izinkan juga dia untuk mengungkapkan beberapa kalimat, memberikan beberapa fakta dari apa yang dia sampaikan.[21].
Konflik adalah bagian dari keluarga dan sebaiknya diatasi, bukan disembunyikan ataupun diabaikan. Karena pernikahan adalah perpaduan dua pribadi yang memilki keunikan pendapat, cara pandang dan nilai-nilai. Tidak ada dua orang yang selalu setuju terhadap segala hal dan pada setiap saat. Dari waktu ke waktu selalu ada konflik dalam pernikahan.[22]  Beberapa hal untuk mengatasi konflik dalam keluarga yang ditulis oleh Wright:[23] Jangan hindari konflik dengan mendiamkannya, Jangan mengoleksi perangko Emosi/ menyimpan setiap kejengkelan kecil dalam hati. Tetapkanlah aturan main bagi perselisihan maksudnya adalah mempersiapkan waktu dan tempat yang tepat. Serang masalahnya bukan saling menyerang. Jangan melampiaskan perasaan kepada suami atau istri. Tetaplah pada pokok pembicaraan. Tawarkan jalan keluar dengan sikap kristis. Jangan katakana kamu tidak pernah atau kamu selalu. Jangan gunakan kritik sebagai lelucon. Dan Jika salah akuilah, jika benar diamlah.
Kemudian saling menghormati. Menghormati berarti masing-masing menerima pasangannya sebagaimana adanya, tidak berusaha memperalat dan dengan tidak mementingkan dirinya sendiri, menolong pasangannya untuk bertumbuh sesuai dengan yang Allah maksudkan.  Menyerahkan diri dengan tulus. Komunikasi dengan baik. Memiliki pengertian tentang perbedaan emosional, mental dan jasmani. Menjalin percakapan bukan saja berdiskusi ketika muncul perdebatan tetapi pertukaran informasi yang berart dan bermakna. Waktu dan usaha. Kasih harus diberi kesempatan untuk mendewasakan. Agar tetap bertahan dalam kehidupan bersama. Masalah perbedaan diselesikan dengan pengampunan.[24]

Kesimpulan

Keluarga yang bahagia ialah keluarga yang dapat mengelola setiap konflik yang muncul dalam keluarga mereka. Konflik bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam kehidupan berkeluarga. Namun, asal kita tahu bagaimana seharusnya kita bersikap dalam menghadapinya, maka konflik serumit apa pun tentu dapat kita atasi dengan pimpinan Roh Kudus.


[1] Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, (Jakarta: La Tofi Enterprise, 2010 )VII.
[2] Josep A. Defito, Komunikasi antar manusia, (Jakarata: Profesional Books, 1996), 23-24.
[3] A Supratiknya, Komunikasi antar pribadi, tinjauan psikologis, (Yogyakarta:KANISIUS,1995),10.
[4] H. Norman Wright,  Komunikasi Kunci pernikahan bahagia, (Yokyakarta: Literatur Yayasan Gloria,1996),59.
[5] H. Norman Wright,  Komunikasi Kunci pernikahan bahagia, (Yokyakarta: Literatur Yayasan Gloria,1996),86.
[6] Agus Lay, Manajemen Pelayanan, (Yokyakarta:ANDI, 2006),48.
[7] Larry King, Seni berbicara kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2007), 27.
[8] H. Norman Wright,  Komunikasi Kunci pernikahan bahagia, (Yokyakarta: Literatur Yayasan Gloria,1996),148.
[9] Gery R Collins, Konesling Kristen yang Efektif (Malang: SAAT, 1996),120.
[10] Gery R Collins, Konesling Kristen yang Efektif, 120.
[11] Gery R Collins, Konesling Kristen yang Efektif, 121-122.
[12] Gery R Collins, Konesling Kristen yang Efektif (Malang: SAAT, 1996)102.
[13] John Weks, Berselisi pndapat tanpa sakit hati, (Yokyakarta: ANDI,1999),8.
[14] H. Norman Wright,  Komunikasi Kunci pernikahan bahagia,I
[15] Gery R Collins, Konesling Kristen yang Efektif, 123-127

[16] Derek dan Nanci Copley, Membangun dengan pisang, (Malang, SAAT, 1992),118
[17] Istiqomah Wibowo, Psikologi social, 8.3.
[18] J. Suban Tukan, Konseling pastoral kehidupan keluarga, (Jakarta:ODB, 1986), 108-113.
[19] Bamabang dan Hanny Syumanjaya, Family discovery way,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 6.
[20] Arliyanus Larosa dan Esther Kristiana, Build Your Great Marriage, (Bandung:Yayasan Kalam Kudus, 2015)80-81.
[21] Ray Mossholder, Pernikahan Plus, (Yogyakarta:ANDI, 1996),267.
[22] H. Norman Wright,  Komunikasi Kunci pernikahan bahagia, 147-148.
[23] H. Norman Wright,  Komunikasi Kunci pernikahan bahagia149-167.
[24] Billy Graham, Buku pegangan Pelayanan: Prinsip langkah dan cara mengatasi masalahdalam penginjilan dan bimbingan pribadi, (Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab 1996),200.

0 Response to "KOMUNIKASI DAN KONFLIK DALAM KELUARGA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel